Terkadang
jodoh itu datang tiba-tiba, tanpa diduga. Malah kadang terkesan konyol hingga
membuat siapapun yang mengalaminya pasti akan tertawa jika mengingat itu semua.
Namun
disitulah letak uniknya. Dimana dua insah saling tak mengenal dipertemukan oleh
Allah SWT melalui situasi yang dimana nantinya akan mempersatukan mereka.
Situasi yang bahkan tidak akan disangka-sangka.
Cerita
Pendek
CV
Can
Change Everything
Part
2
©
Puspa Indah Musdalifah
A/N:
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Bila ada kesamaan nama, tempat, cerita itu
bukanlah kesengajaan.
.
.
.
Happy
Reading
.
.
.
Seperti
kemarin, hari ini matahari kembali menampilkan eksistensinya dengan
mengeluarkan cahaya yang bermanfaat bagi penduduk bumi. Terkhusus di Bandung
yang entah kenapa beberapa hari belakangan ini matahari sangat bersemangat
berbagi cahaya pada masyarakat kota kembang tersebut.
Saking bersemangatnya
membuat beberapa-ah hampir semua penduduk kota Bandung mengeluh akibat cuaca
yang begitu panas.
Tak
peduli pada suhu diatas 35°, seorang akhwat
berjalan tergesa-gesa di sepanjang trotoar jalan utama kota kelahirannya.
Sesekali ia melirik jam tangannya berharap waktu akan berhenti sejenak agar jadwal
yang ia susun hari ini tidak berantakan.
13.45
A.M
15
menit lagi ia ada kegiatan liqo dan
salah satu ‘tugas’nya hilang entah kemana. Kemarin ia yakin bahwa kertas HVS
tersebut ia masukkan ke dalam map plastiknya. Namun entah kenapa setelah dzuhur
tadi begitu ia akan memeriksanya, ia tidak menemukan kertas tersebut.
Mengetahui
kertas yang berisikan biodata dirinya itu hilang membuatnya langsung kalang
kabut. Bagaimana tidak, jam dua sebentar CV tersebut sudah harus ia serahkan ke
murobbi nya dan ia baru mengetahui
bahwa CV nya hilang setengah jam sebelumnya.
Mau
dibuat kembali, namun laptop kesayangannya di pinjam oleh sang kakak. Dibiarkan
saja tapi ia sudah berjanji pada sang murobbi.
Alhasil ia bertekad untuk mencarinya. Mungkin saja CV tersebut terjatuh atau
tertinggal di cafe yang ia kunjungi kemarin.
Maka
di sinilah ia sekarang. Di depan pintu cafe dengan napas terengah-engah akibat dirinya
yang berjalan buru-buru ditambah cuaca minggu siang ini tak begitu bersahabat.
Disa mendorong perlahan pintu cafe dan udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyapanya. Ia melangkah menuju meja kasir yang disambut oleh hangat oleh penjaga kasir berperawakan tinggi tersebut.
“Assalamu’alaikum,
afwan ukhti Riska,” Disa membaca name tag sang kasir. “Wa’alaikumsalam.
Ya ada yang bisa saya bantu?”
“Apa
kemarin siang ada selembar kertas HVS tertinggal di cafe ini?”
Sang
kasir- Riska mengernyit heran. “HVS?”
Disa
mengangguk. “Iya. Dan saya kemarin duduk di pojok sana,” Disa menunjuk ke
redaksi dimana ia dan Yulia kemarin duduk.
Riska
berusaha mengingat-ingat kertas yang akhwat
di hadapannya maksud. Memang kemarin siang adalah shift jaganya tapi ia maupun karyawan lain tidak menemukan barang tertinggal
apapun. Sekalipun jika mereka menemukannya pasti barang-barang tersebut akan
disimpan dengan baik hingga sang pemilik datang mengambilnya.
Riska
menggeleng perlahan. “Maaf, sepertinya kami tidak menemukan kertas yang anda
maksud. Kami mohon maaf,” ujar sang kasir meminta maaf dengan tulus.
Disa
menghela napas kecewa. “Tidak apa-apa ukhti.
Ini murni keteledoran saya. Mungkin kertas tersebut tertinggal di tempat lain.
Kalau begitu, saya permisi dulu. Assalamu’alaikum,” pamit Disa yang dijawab
‘waalaikumsalam’ oleh Riska.
Begitu
pintu cafe tertutup, kembali Disa menghela napas putus asa. Ia harus mencari
dimana lagi CV nya? Ia sudah mencari di cafe namun ternyata kertas putih
berukuran HVS tersebut tidak tertinggal di tempat ia nongkrong kemarin. Apa
mungkin kertas tersebut jatuh saat ia kemarin menenteng mapnya saat keluar dari
cafe?
Disa
menoleh ke sekeliling bermaksud mencari siapa tahu CVnya masih berada di
sekitaran teras cafe. Tapi ia justru sontak menepis kemungkinan tersebut. Oh
ayolah kertas tersebut sangat tipis dan angin kota Bandung-walau intensitasnya
berkurang- sudah pasti menerbangkannya. Lagipula tukang sampah pasti sudah memungutnya.
Sekali
lagi Disa menghela napas. Kalau sudah begini ia mau bagaimana lagi. Mungkin ia
harus meminta murobbinya untuk memperpanjang waktu pengumpulan CV tersebut.
Setelah
itu Disa melangkahkan kakinya meninggalkan cafe.
.
.
.
“Hilang?
Hillang dimana?”
Disa
menggeleng pelan. “Aku juga tidak tahu. Mungkin jatuh saat kita keluar cafe
sabtu kemarin.”
Hari
ini Difa dan Yulia kembali membuat janji-lebih tepatnya Disa yang meminta
temannya tersebut untuk bertemu dengannya di cafe langganan mereka.
Cafe
senin siang ini cukup ramai sebab setengah jam lagi akan memasuki waktu makan
siang ditambah hari kerja membuat para pekerja kantor mulai memadati cafe untuk
sekedar memesan makan siang.
Yulia
tertawa kecil berpikir betapa cerobohnya teman semasa kuliahnya dulu. Selanjutnya
ia mengeluarkan laptop berukuran 14 inchi dari dalam ranselnya dan meletakkan
laptop bermotif biru polkadot tersebut ke atas meja.
“Ah
syukron Yulia. Ku kira kau lupa
membawanya,” ujar Disa membuka laptop tersebut dan menyalakannya. “Ka Tri
memintaku untuk mengumpulkannya dhuzur ini. Dan laptopku masih digunakan ka
Ryan.”
“Iya
iya sayangku,” Yulia masih saja tertawa kecil. “Pakai saja. Kebetulan aku belum
membutuhkannya.”
Disa
mengangguk. “Kalau begitu aku buat sekarang saja yah. Tidak lama, InshaAllah
lima belas menit selesai.” Selanjutnya Disa mulai fokus pada laptop di
depannya.
Sedangkan
Yulia hanya memainkan ponsel pintarnya demi menghilangkan kebosanannya. Namun
gerakannya mengutak-atik ponselnya terhenti begitu ia menyadari ada seseorang
di belakang Disa.
Matanya
bergulir pada seseorang tersebut. Seorang pemuda dengan tinggi yang luar biasa
untuk ukuran masyakarat Indonesia, mungkin sekitaran 175 cm, berkulit putih,
memiliki janggut tipis dan sebuah jas putih terlampir di lengan kanannya khas
seorang dokter sekali.
“Afwan ukhti.”
Bukan
hanya Yulia sekarang Disa juga sudah menoleh ke sumber suara di belakangnya.
Kedua retinanya menangkap seorang pemuda yang tidak asing dimatanya.
“Ada
yang bisa kami bantu?” tanya Yulia sopan.
Sang
pemuda atau bisa dikatakan sang ikhwan
terlihat grogi sesaat namun ia bisa langsung menguasainya. “Ini... aku ingin
mengembalikannya pada mba ini,” sang ikhwan
menyodorkan sebuah map kertas berwarna merah pada Disa.
Disa
mengernyitkan alisnya, menatap pemuda di belakangnya meminta penjelasan lebih
atas map tersebut.
Mengerti
arti dari tatapan Disa, sang ikhwan buru-buru langsung menjeskannya. “Sabtu
kemarin aku menemukan kertas di teras cafe. Kurasa itu milik mba Disa.”
Mendengar
itu Disa sontak membuka map tersebut dan terlihatlah kertas yang selama ini ia
cari-cari. CV-nya...
“Syukron akhi... aku memang kehilangan
ini. Syukron sudah mau
mengembalikannya.”
Sang
ikhwan menggeleng kaku. “Ya na’am ukhti.
Kurasa itu penting makanya aku berusaha untuk mengembalikannya dan
alhamdulillah bertemu dengan ukhti di
sini.”
Selanjutnya
setelah mengucapkan salam perpisahan sang ikhwan kemudian berbalik badan dan
meninggalkan Disa dan Yulia yang bernapas lega.
“Alhamdulillah
CV ku kembali. Ah leganya...” Disa nampaknya begitu bahagia. Setidaknya ia
tidak perlu repot-repot lagi membuat CV baru.
“Ya
untung saja yang menemukannya ikhwan
seperti dia. Kalau orang lain mungkin saja langsung membuangnya di tong
sampah.”
Disa
sangat menyetujui perkataaan Yulia. Kalau saja orang lain yang menemukannya ia
tidak bisa menjamin bahwa CV nya akan kembali utuh seperti ini. Malah CV nya dijaga
dengan disimpan di map baru. Ah betapa beruntungnya ia hari ini.
Disa
baru saja akan menutup kembali map merah tersebut namun ia merasa ada yang
mengganjal. CV nya hanya selembar namun mengapa isi map ini berjumlah tiga
lembar. Apakah CVnya berkembang biak?
Disa
mengeluarkan CV nya yang berada di lembaran pertama dan alisnya langsung
mengernyit heran sekaligus terkejut.
“Ada
apa Disa?” tanya Yulia yang menyadari gerak gerik temannya itu mulai aneh.
Disa
masih fokus pada lembaran kedua di map itu. Matanya bergerak membaca satu
persatu kata dengan seksama. Dengan tergesa ia kemudian membalikkan ke lembaran
terakhir. Dan betapa terkejutnya ia dengan lembar ketiga tersebut. Hanya satu
kalimat namun mampu membuatnya shock seketika.
“Disa,
ada apa?” Yulia kembali bertanya pada Disa yang sekarang mematung dengan map
dihadapannya. Entah apa yang temannya itu baca hingga tidak menjawab
pertanyaannya.
“Disa.”
Disa
tersentak mendengar panggilan Yulia. Ia buru-buru merapikan dan menutup map
tersebut sembari menyodorkannya pada Yulia.
“Kau
harus membacanya Yulia.”
Yulia
menatapnya aneh dan kemudian mengikuti apa yang dikatakan Disa. Sesaat mulai
membacanya reaksi yang ia keluarkan sama persis dengan Disa tadi. Namun Yulia
dengan cepat bisa menguasai keterkejutannya dan langsung menatap Disa dengan
penuh minat.
“Disa
ini...”
“Y-ya...
jadi apa yang harus kulakukan?”
“Mau
bagaimana lagi. Biarkan saja.”
“Tapi
bagaimana dengan Ka Tri?”
“Tenang
saja Ka Tri justru malah akan senang.”
Disa
menghela napas. Jantungnya yang masih bertalu ia biarkan. Ia kembali menatap
map merah penyebab keterkejutannya. Bukan mapnya namun lebih tepatnya isi dari dari
map tersebut.
Dan
tahukah kalian apa isi map yang membuat Disa dan Yulia begitu terkejut?
.
.
.
Lembaran
kedua.
Curriculum
Vitae
Nama
Lengkap : Muhammad Gio
Nama
Panggilan : Gio
Tempat,
tanggal lahir : Bandung, 21 Juli 1990
Suku : Sunda
Golongan
Darah : O
Berat
Badan : 68 kg
Tinggi
Badan : 175 cm
Agama
: Islam
Pekerjaan : Dokter Umum (sedang
mengambil spesialis bedah di Universitas Padjajaran), Qori.
Karakteristik
(+) : Supel, semangat, sabar,
penyayang, tenang.
Karakterisitik
(-) : Pemalu, kurang teliti.
Warna
Favorit : Biru dongker
Makanan
Favorit : Nasi padang
Minuman
Favorit : Teh hangat
Hal
yang disuka : Nonton anime
.
.
.
Lembaran
ketiga
InshaAllah sabtu ini ana dan
keluarga akan berkunjung ke rumahmu, Ukhti.
.
.
.
Hanya
dengan selembar kertas dapat merubah segala hal, bukan?
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar