Kamis, 14 Desember 2017

CV, Can Change Everything Part 2




Terkadang jodoh itu datang tiba-tiba, tanpa diduga. Malah kadang terkesan konyol hingga membuat siapapun yang mengalaminya pasti akan tertawa jika mengingat itu semua.

Namun disitulah letak uniknya. Dimana dua insah saling tak mengenal dipertemukan oleh Allah SWT melalui situasi yang dimana nantinya akan mempersatukan mereka. Situasi yang bahkan tidak akan disangka-sangka.




Cerita Pendek

CV
Can Change Everything
Part 2
© Puspa Indah Musdalifah

A/N: Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Bila ada kesamaan nama, tempat, cerita itu bukanlah kesengajaan.
.
.
.
Happy Reading
.
.
.
Seperti kemarin, hari ini matahari kembali menampilkan eksistensinya dengan mengeluarkan cahaya yang bermanfaat bagi penduduk bumi. Terkhusus di Bandung yang entah kenapa beberapa hari belakangan ini matahari sangat bersemangat berbagi cahaya pada masyarakat kota kembang tersebut. 

Saking bersemangatnya membuat beberapa-ah hampir semua penduduk kota Bandung mengeluh akibat cuaca yang begitu panas.

Tak peduli pada suhu diatas 35°, seorang akhwat berjalan tergesa-gesa di sepanjang trotoar jalan utama kota kelahirannya. Sesekali ia melirik jam tangannya berharap waktu akan berhenti sejenak agar jadwal yang ia susun hari ini tidak berantakan.

13.45 A.M

15 menit lagi ia ada kegiatan liqo dan salah satu ‘tugas’nya hilang entah kemana. Kemarin ia yakin bahwa kertas HVS tersebut ia masukkan ke dalam map plastiknya. Namun entah kenapa setelah dzuhur tadi begitu ia akan memeriksanya, ia tidak menemukan kertas tersebut.

Mengetahui kertas yang berisikan biodata dirinya itu hilang membuatnya langsung kalang kabut. Bagaimana tidak, jam dua sebentar CV tersebut sudah harus ia serahkan ke murobbi nya dan ia baru mengetahui bahwa CV nya hilang setengah jam sebelumnya.

Mau dibuat kembali, namun laptop kesayangannya di pinjam oleh sang kakak. Dibiarkan saja tapi ia sudah berjanji pada sang murobbi. Alhasil ia bertekad untuk mencarinya. Mungkin saja CV tersebut terjatuh atau tertinggal di cafe yang ia kunjungi kemarin.

Maka di sinilah ia sekarang. Di depan pintu cafe dengan napas terengah-engah akibat dirinya yang berjalan buru-buru ditambah cuaca minggu siang ini tak begitu bersahabat.
 
Disa mendorong perlahan pintu cafe dan udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyapanya. Ia melangkah menuju meja kasir yang disambut oleh hangat oleh penjaga kasir berperawakan tinggi tersebut.

“Assalamu’alaikum, afwan ukhti Riska,” Disa membaca name tag sang kasir. “Wa’alaikumsalam. Ya ada yang bisa saya bantu?”

“Apa kemarin siang ada selembar kertas HVS tertinggal di cafe ini?”

Sang kasir- Riska mengernyit heran. “HVS?”

Disa mengangguk. “Iya. Dan saya kemarin duduk di pojok sana,” Disa menunjuk ke redaksi dimana ia dan Yulia kemarin duduk.

Riska berusaha mengingat-ingat kertas yang akhwat di hadapannya maksud. Memang kemarin siang adalah shift jaganya tapi ia maupun karyawan lain tidak menemukan barang tertinggal apapun. Sekalipun jika mereka menemukannya pasti barang-barang tersebut akan disimpan dengan baik hingga sang pemilik datang mengambilnya.

Riska menggeleng perlahan. “Maaf, sepertinya kami tidak menemukan kertas yang anda maksud. Kami mohon maaf,” ujar sang kasir meminta maaf dengan tulus.

Disa menghela napas kecewa. “Tidak apa-apa ukhti. Ini murni keteledoran saya. Mungkin kertas tersebut tertinggal di tempat lain. Kalau begitu, saya permisi dulu. Assalamu’alaikum,” pamit Disa yang dijawab ‘waalaikumsalam’ oleh Riska.

Begitu pintu cafe tertutup, kembali Disa menghela napas putus asa. Ia harus mencari dimana lagi CV nya? Ia sudah mencari di cafe namun ternyata kertas putih berukuran HVS tersebut tidak tertinggal di tempat ia nongkrong kemarin. Apa mungkin kertas tersebut jatuh saat ia kemarin menenteng mapnya saat keluar dari cafe?

Disa menoleh ke sekeliling bermaksud mencari siapa tahu CVnya masih berada di sekitaran teras cafe. Tapi ia justru sontak menepis kemungkinan tersebut. Oh ayolah kertas tersebut sangat tipis dan angin kota Bandung-walau intensitasnya berkurang- sudah pasti menerbangkannya. Lagipula tukang sampah pasti sudah memungutnya.

Sekali lagi Disa menghela napas. Kalau sudah begini ia mau bagaimana lagi. Mungkin ia harus meminta murobbinya untuk memperpanjang waktu pengumpulan CV tersebut.

Setelah itu Disa melangkahkan kakinya meninggalkan cafe.
.
.
.
“Hilang? Hillang dimana?”

Disa menggeleng pelan. “Aku juga tidak tahu. Mungkin jatuh saat kita keluar cafe sabtu kemarin.”

Hari ini Difa dan Yulia kembali membuat janji-lebih tepatnya Disa yang meminta temannya tersebut untuk bertemu dengannya di cafe langganan mereka.

Cafe senin siang ini cukup ramai sebab setengah jam lagi akan memasuki waktu makan siang ditambah hari kerja membuat para pekerja kantor mulai memadati cafe untuk sekedar memesan makan siang.

Yulia tertawa kecil berpikir betapa cerobohnya teman semasa kuliahnya dulu. Selanjutnya ia mengeluarkan laptop berukuran 14 inchi dari dalam ranselnya dan meletakkan laptop bermotif biru polkadot tersebut ke atas meja.

“Ah syukron Yulia. Ku kira kau lupa membawanya,” ujar Disa membuka laptop tersebut dan menyalakannya. “Ka Tri memintaku untuk mengumpulkannya dhuzur ini. Dan laptopku masih digunakan ka Ryan.”

“Iya iya sayangku,” Yulia masih saja tertawa kecil. “Pakai saja. Kebetulan aku belum membutuhkannya.”

Disa mengangguk. “Kalau begitu aku buat sekarang saja yah. Tidak lama, InshaAllah lima belas menit selesai.” Selanjutnya Disa mulai fokus pada laptop di depannya.

Sedangkan Yulia hanya memainkan ponsel pintarnya demi menghilangkan kebosanannya. Namun gerakannya mengutak-atik ponselnya terhenti begitu ia menyadari ada seseorang di belakang Disa.

Matanya bergulir pada seseorang tersebut. Seorang pemuda dengan tinggi yang luar biasa untuk ukuran masyakarat Indonesia, mungkin sekitaran 175 cm, berkulit putih, memiliki janggut tipis dan sebuah jas putih terlampir di lengan kanannya khas seorang dokter sekali.

Afwan ukhti.”

Bukan hanya Yulia sekarang Disa juga sudah menoleh ke sumber suara di belakangnya. Kedua retinanya menangkap seorang pemuda yang tidak asing dimatanya.

“Ada yang bisa kami bantu?” tanya Yulia sopan.

Sang pemuda atau bisa dikatakan sang ikhwan terlihat grogi sesaat namun ia bisa langsung menguasainya. “Ini... aku ingin mengembalikannya pada mba ini,” sang ikhwan menyodorkan sebuah map kertas berwarna merah pada Disa.

Disa mengernyitkan alisnya, menatap pemuda di belakangnya meminta penjelasan lebih atas map tersebut.

Mengerti arti dari tatapan Disa, sang ikhwan buru-buru langsung menjeskannya. “Sabtu kemarin aku menemukan kertas di teras cafe. Kurasa itu milik mba Disa.”

Mendengar itu Disa sontak membuka map tersebut dan terlihatlah kertas yang selama ini ia cari-cari. CV-nya...

Syukron akhi... aku memang kehilangan ini. Syukron sudah mau mengembalikannya.”

Sang ikhwan menggeleng kaku. “Ya na’am ukhti. Kurasa itu penting makanya aku berusaha untuk mengembalikannya dan alhamdulillah bertemu dengan ukhti di sini.”

Selanjutnya setelah mengucapkan salam perpisahan sang ikhwan kemudian berbalik badan dan meninggalkan Disa dan Yulia yang bernapas lega.

“Alhamdulillah CV ku kembali. Ah leganya...” Disa nampaknya begitu bahagia. Setidaknya ia tidak perlu repot-repot lagi membuat CV baru.

“Ya untung saja yang menemukannya ikhwan seperti dia. Kalau orang lain mungkin saja langsung membuangnya di tong sampah.”

Disa sangat menyetujui perkataaan Yulia. Kalau saja orang lain yang menemukannya ia tidak bisa menjamin bahwa CV nya akan kembali utuh seperti ini. Malah CV nya dijaga dengan disimpan di map baru. Ah betapa beruntungnya ia hari ini.

Disa baru saja akan menutup kembali map merah tersebut namun ia merasa ada yang mengganjal. CV nya hanya selembar namun mengapa isi map ini berjumlah tiga lembar. Apakah CVnya berkembang biak?

Disa mengeluarkan CV nya yang berada di lembaran pertama dan alisnya langsung mengernyit heran sekaligus terkejut.

“Ada apa Disa?” tanya Yulia yang menyadari gerak gerik temannya itu mulai aneh.

Disa masih fokus pada lembaran kedua di map itu. Matanya bergerak membaca satu persatu kata dengan seksama. Dengan tergesa ia kemudian membalikkan ke lembaran terakhir. Dan betapa terkejutnya ia dengan lembar ketiga tersebut. Hanya satu kalimat namun mampu membuatnya shock seketika.

“Disa, ada apa?” Yulia kembali bertanya pada Disa yang sekarang mematung dengan map dihadapannya. Entah apa yang temannya itu baca hingga tidak menjawab pertanyaannya.

“Disa.”

Disa tersentak mendengar panggilan Yulia. Ia buru-buru merapikan dan menutup map tersebut sembari menyodorkannya pada Yulia.

“Kau harus membacanya Yulia.”

Yulia menatapnya aneh dan kemudian mengikuti apa yang dikatakan Disa. Sesaat mulai membacanya reaksi yang ia keluarkan sama persis dengan Disa tadi. Namun Yulia dengan cepat bisa menguasai keterkejutannya dan langsung menatap Disa dengan penuh minat.

“Disa ini...”

“Y-ya... jadi apa yang harus kulakukan?”

“Mau bagaimana lagi. Biarkan saja.”

“Tapi bagaimana dengan Ka Tri?”

“Tenang saja Ka Tri justru malah akan senang.”

Disa menghela napas. Jantungnya yang masih bertalu ia biarkan. Ia kembali menatap map merah penyebab keterkejutannya. Bukan mapnya namun lebih tepatnya isi dari dari map tersebut.

Dan tahukah kalian apa isi map yang membuat Disa dan Yulia begitu terkejut?
.
.
.
Lembaran kedua.
Curriculum Vitae
Nama Lengkap            : Muhammad Gio
Nama Panggilan          : Gio
Tempat, tanggal lahir  : Bandung, 21 Juli 1990
Suku                            : Sunda
Golongan Darah          : O
Berat Badan                : 68 kg
Tinggi Badan              : 175 cm
Agama                         : Islam
Pekerjaan                     : Dokter Umum (sedang mengambil spesialis bedah di Universitas Padjajaran), Qori.
Karakteristik (+)          : Supel, semangat, sabar, penyayang, tenang.
Karakterisitik (-)          : Pemalu, kurang teliti.
Warna Favorit             : Biru dongker
Makanan Favorit         : Nasi padang
Minuman Favorit        : Teh hangat
Hal yang disuka          : Nonton anime
.
.
.
Lembaran ketiga
InshaAllah sabtu ini ana dan keluarga akan berkunjung ke rumahmu, Ukhti.
.
.
.
Hanya dengan selembar kertas dapat merubah segala hal, bukan?

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu